Tunjangan Profesi Guru yang Sering Tak Tepat Waktu
Posisi guru sering tidak beruntung. Misalnya saja beban kerja yang semakin meningkat tidak sebanding dengan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Memasuki era baru, para guru sebenarnya dijanjikan jaminan yang lebih baik oleh pemerintah. Baik peningkatan mutu profesinya, maupun kualitas hidup mereka semua.
Salah satu bentuk jaminan itu ditunjukkan dengan pemberian tunjangan profesi pendidik (TPP) sejak tiga tahun lalu. Di mana, masing-masing guru berhak mendapat penghasilan tambahan sebesar satu kali gaji untuk guru Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan Rp 1,5 juta untuk guru berstatus non-PNS.
Akan tetapi, tunjangan yang sejatinya dapat digunakan untuk meningkatkan mutu seperti melanjutkan studi, dan pengayaan buku bacaan, atau untuk membantu menutupi biaya hidup tersebut penyalurannya seringkali terlambat. Jangankan untuk meningkatkan mutu, untuk menutupi kebutuhan sehari-hari saja para guru masih banyak mengalami kesulitan.
Itulah mengapa mulai tahun ini, pembayaran TPP disalurkan empat tahap, secara berkala pertiga bulan yakni pada April, Juli, Oktober dan Desember. Alasannya, untuk menjamin penyaluran agar efektif dan efisien dan tentunya lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Meski begitu, potret di lapangan tentang penyaluran TPP masih jauh dari kata lancar. Buktinya, TPP tahap I tahun ini belum juga sampai ke tangan para guru, khususnya guru-guru di daerah. Padahal sesuai jadwal, seharusnya TPP tahap I sudah bisa diterima guru paling lambat pada April lalu.
Ditemui di kediamannya, akhir pekan lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh mengaku tak mengerti secara persis perkara apa yang menyebabkan dana TPP masih saja telat disalurkan. Berdasarkan pengalaman, verivikasi data penerima TPP adalah salah satu pemicu mengapa guru seringkali telat menerima haknya.
Mantan Rektor ITS ini menjelaskan, verivikasi data yang selalu menghambat adalah mengenai jumlah minimal waktu mengajar. Seperti diketahui, masing-masing guru dibebankan minimal waktu mengajar 24 jam dalam sepekan.
Selain itu, kebiasaan para guru yang sering berganti-ganti nomor rekening (bank) juga memicu permasalahan lain. Karena hampir di setiap tahunnya, provinsi sebagai pihak yang menyalurkan dana tersebut selalu melakukan verivikasi ulang terkait bank yang digunakan para guru.
"Kami tak pernah sengaja menunda penyaluran TPP. Semua menjadi terlambat karena perlu waktu untuk verivikasi, banyak guru yang tidak konsisten menggunakan nomor rekening," katanya.
Ditemui terpisah, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listiyarti mementahkan semua argumentasi dari pemerintah. Menurutnya, TPP menjadi selalu telat dicairkan karena pemerintah pusat dan daerah tidak sungguh-sungguh melaksanakannya.
Ia mengungkapkan, hal itu terbukti dari belum ditandatanganinya Surat Keputusan (SK) untuk pencairan TPP. Bahkan kabarnya, sampai Senin (14/5/2012) lalu, SK pencairan TPP untuk guru di jenjang SMA belum ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kemdikbud. Padahal, waktu penyaluran TPP tahap I jatuh tempo pada April lalu.
"Bagaimana mau dicairkan, SK-nya saja belum ditandatangani. Harusnya Kemdikbud bisa memperbaiki proses penyalurannya, bukan semakin carut marut. Bagi kami para guru, TPP itu sangat diharapkan," ujarnya.
Di lain sisi, ia juga membantah jika para guru sengaja mengganti nomor rekeningnya di setiap tahun. Menurutnya, pergantian nomor rekening terpaksa dilakukan para guru karena mengikuti arahan dari pemerintah daerah.
Tahun lalu, Retno menggunakan Bank DKI untuk pencairan TPP. Tapi pada tahun ini, dirinya bersama ribuan guru di Jakarta menggunakan Bank Mandiri untuk pencairan TPP itu.
Yang lebih mencengangkan, dirinya mengaku tak perlu memberikan setoran awal untuk dapat membuka rekening baru. Artinya, banyak guru yang hanya memiliki saldo Rp 0 di buku tabungannya.
"Jangan salahkan kami mengganti nomor rekening karena kami hanya manut aturan. Buktinya pihak bank sampai datang ke sekolah untuk memberikan formulir buka rekening," pungkasnya.
Untuk itu, FSGI mendesak pemerintah agar lebih bersungguh-sungguh melaksanakan dan memperbaiki penyaluran TPP. Selanjutnya, pemerintah juga diharap tidak mempersulit birokrasi terkait tata cara pencairan TPP, karena itu adalah hak guru yang dijamin oleh Undang-Undang.
"Pemerintah juga harus memberikan pengawasan ketat terkait pelaksanaan penyaluran TPP. Jangan hanya mengerubuti guru seperti gula, tapi juga berikan sanksi tegas pada setiap pelanggaran yang dilakukan oknum pejabatnya," tutupnya.
Kompas.com, 21 Mei 2012
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !